ZIARAH KUBUR ORANG TUA, FAEDAH BACAAN YASIN,
KIRIM BACAAN UNTUK ORANG MENINGGAL DUNIA, DAN BEBERAPA KOREKSI TERHADAP BUKU TANYA JAWAB AGAMA DAN HPT
Penanya:
Drs. Dimyati, Semarang
A. Pertanyaan:
Kekuatan
sanad hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar tentang ziarah kubur
kedua orang tua atau salah satu dari mereka pada setiap hari Jum‘at,
kemudian hadits tentang membaca surat Yasin akan diampuni dia sebanyak
jumlah ayat dan huruf?
Jawaban:
Setelah melalui pelacakan dari berbagai kitab hadits, akhirnya bisa ditemukan di dalam kitab Faidl al-Qadir Syarah Kitab al-Jami‘ ash-Shaghir karya Abd ar-Rauf al-Manawi, Juz VI: 141. Teks selengkapnya adalah:
لِأَبِي
الشَّيْخِ وَالدَّيْلَمِي عَنْ أَبِي بَكْرٍ مَنْ زَارَ قَبْرَ
وَالِدَيْهِ كُلُّ جُمُعَةٍ أَوْ أَحَدِهِمَا فَقَرَأَ عِنْدَهُ يسٍ
وَالْقُرْآنِ الْحَكِيْمِ غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ أَيَةٍ وَحُرْفٍ
مِنْهَا.
Artinya: “Riwayat
Abu asy-Syaikh dan ad-Dailamiy dari Abu Bakar: Barangsiapa berziarah
kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada setiap hari Jum‘at,
kemudian membaca surat “Yasin wa al-Qur’an al-Hakim”, maka diampunilah
dia sebanyak jumlah ayat dan huruf dari surat itu.”
Menurut
kitab Mizan al-I‘tidal fi Naqd ar-Rijal, karya Syams ad-Din Abu
Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, Juz V: 316,
dinyatakan bahwa sanad hadits tersebut bathil, dengan demikian tidak bisa dijadikan hujjah.
Sedangkan
hadits kedua tentang pembacaan permulaan surat al-Baqarah di sebelah
kepala mayit, dan akhir surat al-Baqarah di sebelah kakinya, dengan
sangat menyesal belum bisa ditemukan rujukannya, meskipun sudah dilacak
di berbagai kitab hadits. Kami kesulitan menemukan kata kunci untuk
mencari hadits tersebut, karena dalam pertanyaan anda hanya menyertakan
terjemahannya.
B. Pertanyaan:
Kalau hadits tersebut tidak shahih dan tidak pula hasan, bagaimana jika menggunakan qiyas
terhadap pengiriman bacaan untuk orang yang telah meninggal dengan
hadits ‘Aisyah yaitu pemberian sedekah anak kepada ibunya yang telah
meninggal?
Jawaban:
Masalah yang anda tanyakan adalah masalah klasik, sejak dulu menjadi khilafiyah.
Namun bagaimana pandangan Islam terhadap masalah tersebut, dan pendapat
mana yang lebih patut diterima jika dihadapkan keada dalil-dalil
hukumnya?
Al-Qur’an surat an-Najm (53) ayat 38 dan 39 mengajarkan:
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى. وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى.
Artinya: “Bahwasanya
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Dari
dua ayat di atas, diperoleh penegasan bahwa seseorang yang berdosa
adalah akibat perbuatan yang dilakukannya sendiri. Dan bahwa manusia
hanya akan memperoleh pahala atas perbuatan yang dilakukannya sendiri
pula. Kemungkinan seseorang ikut dibebani dosa perbuatan orang lain
hanyalah jika seseorang itu berpartisipasi dalam terjadinya perbuatan
dosa orang lain itu. Demikian juga orang dapat menerima pahala perbuatan
yang dilakukan orang lain, jika ia berpartisipasi dalam terjadinya
perbuatan orang lain itu. Hadits Nabi saw mengajarkan:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ
مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا
إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. [رواه مسلم: ج: 4 ص: 2060].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa
mengajak kepada petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapat pahala
seperti pahala-pahala yang diberikan kepada orang-orang yang mengikuti
ajakannya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka; dan orang yang
mengajak kepada kesesatan, maka ia akan menerima dosa seperti dosa
orang-orang yang mengikuti ajakannya, tanpa mengurangi dosa-dosa
mereka.” [HR. Muslim, Juz IV: 2060].
Hadits Nabi saw yang lain:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ
ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. [رواه مسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Jika manusia
telah meninggal, maka terputuslah (pahala) amalnya, kecuali tiga macam
amal; shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang
mendoakan baik untuknya.” [HR. Muslim].
Tiga
macam amal yang masih mengalir terus pahalanya, sampaipun yang beramal
telah meninggal dunia, seperti disebutkan dalam hadits tersebut,
hakikatnya adalah amal yang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan,
bukan amal yang dilakukan oleh orang lain.
Hadits tentang anak yang menyedekahkan harta atas nama ibunya:
عَنْ
عَائِشَةَ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَإِنَّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ
تَصَدَّقَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَمْ فَتَصَدَّقَ عَنْهَا. [رواه النسائى].
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Aisyah, bahwasanya seorang shahabat datang kepada Rasulullah saw
dan bertanya: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dengan tiba-tiba,
sekiranya ia sempat berbicara niscaya ia akan menyedekahkan sebagian
hartanya. Dapatkah aku bersedekah atas nama ibuku (ibunya juga akan
memperoleh pahala)?. Rasulullah saw menjawab ‘dapat’, maka ia bersedekah
atas nama ibunya” [HR. an-Nasa’i].
Dari
dalil-dalil di atas dapat diambil pelajaran bahwa kedudukan anak
terhadap orang tua itu dapat dihubungkan dengan amal orang tua ketika
hidup telah mendidik anaknya, sehingga anak dapat merasakan wajib
berbuat baik kepada orang tuanya sampaipun setelah mereka meninggal
dunia. Jadi orang tua yang mempunyai anak demikian itu hakikatnya
memetik amalnya sendiri ketika masih hidup, yaitu mendidik anak untuk
menjadi anak yang shaleh. Maka amal anak atas nama orang tua tidak
termasuk pembicaraan menghadiahkan pahala amal shaleh.
Seseorang
yang mendoakan baik untuk orang lain, baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia, tidak ada masalah sama sekali. Seperti shalat
jenazah berisi doa yang dimohonkan kepada Allah bagi orang yang
meninggal dunia itu. Atau doa yang sering kita baca, misalnya:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
Oleh karena itu mendoakan orang lain bukan masalah menghadiahkan pahala amal bagi orang lain.
Memperhatikan
bahwa tidak ada ajaran khusus tentang menghadiahkan pahala amal kepada
orang lain, baik dari al-Qur’an maupun darti al-Hadits, para shahabat
Nabi pun tidak melakukannya. Maka yang paling selamat adalah berpegang
saja kepada nash yang ada. Tentang qiyas yang anda tanyakan, dalam kasus ini tidak bisa diberlakukan karena bertentangan dengan nash yang lebih tegas. Qiyas dalam bidang ibadah seperti ini, hanya qiyas yang dilakukan oleh Nabi saw yang bisa diterima.
Adapun
menganut pendapat dapat sampainya hadiah pahala amal kebajikan kepada
orang lain, sering berakibat negatif. Orang yang kurang beramal shaleh
menjagakan hadiah pahala dari orang lain.
C. Pertanyaan:
Pada buku Tanya Jawab Agama Juz IV halaman 87, hadits riwayat ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas belum selesai.
Jawaban:
Setelah kami cek di dalam kitab Sunan ad-Daruquthni Juz I: 304, memang benar ada kekurangan, yaitu kalimat: hatta qubidla. Maka teks selengkapnya berbunyi:
إِنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَزَلْ يَجْهَرُ فِي
السُّوْرَتَيْنِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ حَتَّى قُبِضَ.
[رواه الدارقطنى عن ابن عباس].
Artinya: “Bahwasanya
Nabi saw tetap membaca ‘bismillahirrahmanirrahim’ dengan nyaring di
(permulaan) dua surat (pada waktu membaca al-Fatihah dan pada waktu
membaca surat lain sesudah al-Fatihah) sampai beliau wafat.” [HR. ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas].
D. Pertanyaan:
Di dalam buku HPT halaman 160, memang benar seharusnya tertulis 46 – 60 ekor unta, bukan 49 - 60 ekor unta.
Pada halaman 155 tertulis 76 – 90 ekor unta dikenakan zakat 2 ekor anak
unta betina umur 3 tahun. Sedangkan pada halaman 160, tertulis 76 – 90
ekor unta, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun. Mana
yang benar?
Jawaban:
Yang benar adalah 76 – 90 ekor unta, dikenakan zakat 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih (2 tahun menginjak tahun ketiga).
D. Tim Fatwa
mengucapkan terima kasih atas koreksian anda terhadap beberapa
kesalahan cetak yang terdapat di dalam buku “Tanya Jawab Agama”.
Misalnya anda menyebutkan buku jilid III halaman 67, tertulis surat
an-Nahl ayat 96 seharusnya ayat 98, jika yang dimaksud adalah membaca
“ta‘awudz” maka pada buku jilid III edisi 1995 halaman 80, sudah seperti
yang dimaksud. Buku jilid III halaman 143 tertulis ayat 10 surat
al-Isra’ ternyata teksnya tidak seperti yang dimaksud. Pada buku edisi
1995, terdapat pada halaman 166 masih tertulis al-Isra’ ayat 10. Yang
benar adalah surat al-Isra’ ayat 110, teksnya berbunyi:
وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً.
Buku
jilid III halaman 145 menjelaskan surat al-Baqarah ayat 187, tetapi
kemasukan ayat 10 surat al-Isra’. Dalam buku jilid III edisi 1995,
halaman 168 tentang junub, jima’ dan lain-lain, jika ini yang dimaksud,
maka ayat 10 surat al-Isra’ sudah tidak ada lagi.
Wallahu a’lam bish-shawwab. *fz)